Industri Film Nasional Terus Menggeliat

Minggu, 10 Desember 2017 - 08:49 WIB
Industri Film Nasional...
Industri Film Nasional Terus Menggeliat
A A A
JAKARTA - Industri perfilman Indonesia selama hampir lima tahun terakhir konsisten menunjukkan tren positif. Selain dapat bersaing dalam skala nasional, film Indonesia, di antaranya mampu bersaing di kancah internasional.

Malahan, film Pengabdi Setan garapan Joko Anwar sukses merajai layar bioskop di negeri jiran selama beberapa pekan terakhir. Suksesnya perfilman nasional ke kancah global selama ini tak lepas dari peran pemerintah yang terus mempermudah ber kembangnya investasi di berbagai sektor, termasuk industri perfilman.

Salah satunya, di tarik nya daftar negatif in vestasi (DNI) dari sektor industri film. Kepala Pusat Pengem bangan Perfilman Maman Wijaya mengungkapkan, iklim bisnis di dalam negeri selama ini ikut memengaruhi kenyamanan sineas dalam menciptakan film berkualitas.

“Iklim yang mendukung ini harus bisa menjadi modal untuk meningkatkan minat masyarakat dalam memproduksi film. Kementerian terkait juga telah memiliki regulasi untuk mempermudah para sineas, termasuk dalam perizinan yang harus murah dan cepat,” ujar Maman Wijaya kepada KORAN SINDO.

Peran serta pemerintah mengampanyekan film Indonesia menjadi film utama masyarakat juga turut menjadi kunci keberhasilan industri perfilman nasional. Menurut Maman, pemerintah kerap ikut campur untuk membeli hak tayangnya agar film tersebut dapat disaksikan secara gratis oleh masyarakat.

Bahkan untuk beberapa judul film, pemerintah melalui beberapa kementerian terkait, ikut membeli tiket dalam jumlah besar dan booking sejumlah bioskop sebagai salah satu kegiatan nonton bersama. Aktivitas seperti ini, lanjut Maman, juga diikuti dengan peliputan oleh sejumlah media agar bisa memengaruhi minat masyarakat.

“Hasilnya ternyata cukup positif dan tidak sedikit masyarakat yang menonton film karena melihat atau membaca berita ada pejabat yang menonton film tertentu,” tandasnya. Untuk terus menyukseskan film nasional, dalam waktu dekat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mengeluarkan sebuah peraturan menteri (Permen) yang menekankan pentingnya film Indonesia sebagai salah satu hiburan bagi masyarakat.

Permen tentang film akan menegaskan mengenai peredaran film, pengutamaan film Indonesia, serta perizin an dan arsip film nasional. “Keempat Permen yang saat ini masih dalam proses sinkronisasi tersebut diharapkan bisa menjadi aturan pelaksanaan UU No 33/2009 tentang Perfilman,” ujar Maman.

Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia Ricky Joseph Pesik mengungkapkan, kendati industri perfilman di Tanah Air telah signifikan, masih ada persoalan yang harus diselesaikan oleh pemangku kebijakan dan seluruh stakeholders film Indonesia. Salah satu yang paling krusial, menurutnya, adalah skema investasi di industri film.

Saat ini industri film Indonesia telah memberikan keuntungan yang tidak sedikit bagi produser. Namun bila diikuti dengan jelasnya aturan main, Ricky menjamin hal itu akan ikut mempertegas peran investor dalam mengembangkan industri perfilman nasional.

“Dengan demikian, nantinya tidak mengherankan kalau investor asing tertarik berinvestasi pada industri film Indonesia. Bahkan ada beberapa venture capital yang ingin masuk ke industri ini. Mereka melihat potensi keuntungan yang diperoleh,” ujarnya.

Kualitas Film Semakin Baik
Di balik suksesnya film garap an sutradara lokal, alur cerita film menjadi pilihan selera tersendiri bagi penonton. Corporate Secretary Cinema 21 Catherine Keng mengatakan, beberapa tahun terakhir film-film Indonesia yang tayang di bioskop dari sisi nilai produksi dinilai sangat baik, termasuk alur cerita yang menarik. Kreativitas sineas ini ikut mengangkat jumlah penonton yang meningkat signifikan termasuk di bioskop 21.

“Penonton saat ini semakin pintar dalam menyeleksi tontonan di bioskop sehingga saya berharap kepada sineas untuk tidak asal membuat film dan tidak asal membuat sebuah produksi film,” tuturnya. Bioskop juga memiliki tanggung jawab untuk menampilkan film yang diproduksi dengan baik dan benar. Oleh karena itu, pihak bioskop juga harus turut menyeleksi film-film Indonesia.

Produser Rapi Films Gope T Samtani mengungkapkan, pasar penonton film bergenre komedi, drama, dan horor yang meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan pencinta film Indonesia akan terus tumbuh setiap tahunnya. Hal itu bisa terwujud bila para sineas film Indonesia dapat mengemas filmnya dengan baik.

Bagi produser berdarah India ini, penonton bisa hadir menyaksikan film karena senang dengan film yang akan disaksikannya. Karena hal itulah, menurut Gope, formula untuk membuat film sukses di pasaran adalah kemasan yang ditampilkan harus sesuai dengan selera penonton.

Toha Essa selaku Executive Producer MNC Pictures mengatakan, dalam perkembangan industri film, MNCP Movie masih termasuk baru yang dirintis pada 2014. Namun secara produksi, MNC Pictures sudah banyak mengisi industri perfilman di Tanah Air. MNC Pictures telah menghasilkan berbagai film berkualitas dan disukai jutaan penonton.

Dia mencontohkan film biopik Chrisye yang baru diluncurkan beberapa waktu lalu dan berhasil memberikan suguhan yang berkualitas bagi masyarakat tentang industri musik dan perjuangan seorang musisi pada masa lalu.

“Komitmen ke depan, kami akan terus berproduksi dengan meningkatkan kualitas film sehingga apresiasi penonton Indonesia dapat semakin tumbuh. MNC Production Movie telah berkomitmen agar setiap tahunnya bisa meningkatkan produksi, termasuk kualitas film sehingga bisa memberikan edukasi dan perspektif baru bagi penonton Tanah Air,” ujarnya.

Sementara itu, Produser MD Pictures Manoj Punjabi menilai, beberapa film drama sampai saat ini masih mendominasi perfilman nasional, terutama film bergenre komedi dan horor.

Hal itu, menurut dia, didasari dari beberapa film yang telah dilahir kan oleh MD Pictures, seperti film religi Ayat-Ayat Cinta (2008) dan dua seri Surga yang Tak Dirindukan (2015-2017). Adapun film biopik yang telah sukses beberapa waktu lalu, seperti Habibie-Ainun (2012) dan Rudy Habibie (2016).

Meski demikian, Manojpun ingin menghapus stigma bahwa ru mah produksinya hanya mampu membuat film beralir an drama. Dia mengaku hendak menampung semua aliran, kendati tidak selalu cocok dengan seleranya. “Saya enggak mau stereotipe MD hanya bisa bikin drama. Saya mau lari ke semua genre,” jelasnya.

Pengamat perfilman Yan Wijaya mengungkapkan, 2016 menjadi titik tertinggi untuk pencapaian film nasional. Sementara tahun ini, meski banyak film nasional mampu melampaui pencapaian pendapatan dari tahun lalu, baru sekitar tujuh film yang menjadi box office.

Yan optimistis pertumbuhan perfilman yang semakin baik ini akan terus meningkat dari tahun ke tahun, baik secara kualitas maupun kuantitas. Secara kuantitas, Yan memprediksi akan ada 140-150 film yang diproduksi oleh sineas lokal pada 2018. Dia berharap, jumlah film meningkat diiringi dengan mutu film yang juga semakin baik. (Ananda Nararya/ Hermansah/Thomas Manggala)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1182 seconds (0.1#10.140)